Panggilan untuk Berkontribusi dan Berkolaborasi: Memberdayakan Perempuan Petani Kopi untuk Membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim

Perempuan petani kopi di Desa Pungguk Meranti, Mardalena sedang membuat lubang angin.

Kopi robusta merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki peran strategis bagi Provinsi Bengkulu. Secara nasional, Provinsi Bengkulu merupakan provinsi dengan areal perkebunan kopi robusta rakyat terluas ketiga, dan penghasil kopi robusta terbanyak ketiga. Sebanyak 66.499 keluarga petani di Provinsi Bengkulu yang membudidayakan kopi robusta.

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kopi dan Perempuan Petani Kopi

Seperti halnya yang terjadi di berbagai belahan dunia, dampak perubahan iklim terhadap kopi dan perempuan petani kopi juga sudah nyata terjadi di Provinsi Bengkulu. Hasil kajian perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti di Kabupaten Kepahiang, dan di Desa Mojorejo dan Desa Tebat Tenong Luar di Kabupaten Rejang Lebong menyebutkan, dampak perubahan iklim terhadap kopi antara lain: menurunkan kuantitas dan kualitas hasil panen; memperbesar potensi gagal panen; mengakibatkan kopi rentan diserang hama dan penyakit; dan meningkatkan biaya perawatan kebun.

Sedangkan dampak perubahan iklim terhadap perempuan petani kopi antara lain: menghambat dan memperberat beban dalam merawat kebun, dan memanen serta mengolah hasil panen; memperberat beban dalam mengelola keuangan rumah tangga; memperbesar kerentanan mengalami kekerasan dalam rumah tangga; memperbesar potensi mengalami stres dan depresi; dan bisa mengakibatkan tradisi ganti hari dalam merawat kebun dan memanen kopi, menyemang kopi dan ngendang kopi menghilang.

Kebun Kopi Tangguh Iklim

Menyadari dampak perubahan iklim terhadap kopi dan perempuan petani kopi bukanlah hal sepele, perempuan petani kopi di empat desa tersebut menilai, perempuan petani kopi perlu mengambil tindakan. Berdasarkan hasil kajian mereka, tindakan yang tepat untuk dilakukan oleh perempuan petani kopi adalah menerapkan kembali sejumlah kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk membangun kebun kopi tangguh iklim.

Selain mengembangkan pola polikultur, berdasarkan hasil kajian mereka, kearifan/praktik lokal lainnya yang perlu diterapkan kembali untuk membangun kebun kopi tangguh iklim adalah menggunakan cara manual dalam mengendalikan rerumputan; tidak membakar sampah rerumputan, dedaunan dan rerantingan pohon kopi dan pohon lainnya; memanfaatkan sampah rerumputan, dedaunan dan rerantingan pohon kopi dan pohon lainnya sebagai mulsa organik, dan untuk membuat pupuk organik; memanfaatkan pestisida nabati; membuat lubang angin (mini rorak); dan membuat tempat penampungan air hujan.

Pemberdayaan Perempuan Petani Kopi

Mengingat peran vital perempuan petani kopi dalam pengolaaan kebun kopi, perempuan petani kopi di empat desa tersebut menilai, upaya memberdayakan perempuan petani kopi untuk membangun kebun kopi tangguh iklim adalah penting. Oleh karena itu, mereka menilai perlu ada peraturan atau kebijakan yang bisa menjadi pedoman bagi parapihak untuk memberdayakan perempuan petani kopi untuk membangun kebun kopi tangguh iklim.

Dengan dukungan dari The Samdhana Institute, perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar dan Pungguk Meranti telah menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) Tentang Desa Kopi Tangguh Iklim ke pemerintah desa setempat, dan dengan dukungan dari The Canada Fund for Local Initiatives (CFLI) – Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, perempuan petani kopi di Desa Mojorejo dan Desa Tebat Tenong Luar juga telah menyusun dan mengajukan Ranperdes Tentang Desa Kopi Tangguh Iklim ke pemerintah desa setempat.

Selain mengajukan Ranperdes, perempuan petani kopi di empat desa tersebut juga secara bertahap mulai membangun kebun kopi tangguh iklim. Dengan dukungan dari The Canada Fund for Local Initiatives (CFLI) – Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, sebanyak 195 orang perempuan petani kopi telah dan akan membuat lubang angin sedikitnya 150 unit per hektare, dan telah membuat dan akan menanam bibit pohon jengkol, alpukat, kabau, durian dan nangka sedikitnya 50 batang per hektare di 231 hektare kebun kopi.

Panggilan untuk Berkontribusi dan Bekolaborasi

Selain pemerintah desa, perempuan petani kopi di empat desa tersebut menilai, pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberdayakan perempuan petani kopi dalam menghadapi perubahan iklim. Oleh karena itu, mereka memanggil parapihak tersebut agar berkontribusi dan berkolaborasi untuk memberdayakan perempuan petani kopi di Provinsi Bengkulu agar bisa menerapkan kembali berbagai kearifan/praktik lokal yang selaras dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk membangun kebun kopi tangguh iklim.

Daftar kontak:

1. Supartina Paksi (Desa Batu Ampar): 082374498299
2. Desmi Yati (Desa Batu Ampar): 085758512714
3. Ema Susana (Desa Pungguk Meranti): 085266525246
4. Indrayati (Desa Pungguk Meranti): 085788300241
5. Lena Sari Susanti (Desa Mojorejo): 085609411382
6. Susilawati (Desa Mojorejo): 085839235834
7. Nurlela Wati (Desa Tebat Tenong Luar): 082185506823
8. Reva Hariani (Desa Tebat Tenong Luar): 081271496027

Related Posts

Hutan, Pangan, Hak Perempuan dan Otobiografi

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan taman nasional terluas kedua di Indonesia. Membentang di wilayah Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Bengkulu dengan luas mencapai 1,4…

Perempuan dan Kehutanan Komunitas di Indonesia: Sebuah Catatan Singkat

Sudah lebih dari empat dekade diskursus tentang perempuan dan kehutanan komunitas (community forestry) dikumandangkan. Di Indonesia, baru di Provinsi Bengkulu terdapat kelompok perempuan yang berhasil mendapatkan legalitas hak akses, partisipasi, kontrol dan manfaat hutan melalui Perhutanan Sosial.

Narasi Konservasi Berbasis Hak Perempuan Kian Menguat

Tahun 2020 yang dilanda pandemi Covid 19 tidak hanya dicatat sebagai tahun yang memberatkan. Tahun 2020 juga dicatat sebagai tahun yang kian menyadarkan bahwa dampak kerusakan lingkungan…

Mengapa Kita Tidak Belajar dari Ibu Suminah?

Cuma di Bengkulu ada usaha pembuatan sepatu buatan tangan yang menggunakan pelepah pisang sebagai bahan bakunya. Karya unik ini bahkan sudah merambah Eropa dan China. Sepatu ini dianggap sebuah produk yang berwawasan lingkungan dan lahir dari seorang perempuan yang cuma hendak memanfaatkan limbah yang banyak di sekitar rumahnya. Siapa perempuan ini?

Mengapa Lumbung Padi Tak Lagi Dipakai Petani Bengkulu

Dahulu di sejumlah wilayah Bengkulu begitu mudah ditemui lumbung padi. Tradisi menjaga ketahanan pangan ini arif dipertahankan beberapa tahun silam. Namun kini, sayang konsep tradisional yang mampu menjaga ketersediaan pangan itu memudar dan beberapa sudah menghilang.

Adaptasi Iklim dan Demam Berdarah, Kenapa Perlu Dibicarakan

Perubahan iklim mengubah segalanya. Nyamuk kini bahkan jauh lebih ganas dan berbahaya. Mereka menyerang tak mengenal waktu dan bisa membunuh siapa pun yang menyepelekan dampak dari perubahan iklim saat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *