Perempuan Petani Kopi Ajukan Ranperdes untuk Hadapi Perubahan Iklim

Menghadapi perubahan iklim, perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti, Kabupaten Kepahiang mengajukan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) tentang Desa Kopi Tangguh Iklim kepada pemerintah desa setempat.

Pengajuan Ranperdes yang disusun oleh perempuan petani kopi tersebut dilakukan secara terpisah. Bila perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar mengajukannya pada Selasa (5 Maret 2024), sedangkan perempuan petani kopi di Desa Pungguk Meranti mengajukannya pada Rabu (6 Maret 2024).

“Kami berharap Ranperdes ini akan disahkan menjadi peraturan desa dalam tahun ini juga,” kata Supartina Paksi saat menyerahkannya kepada Kepala Desa Batu Ampar, Harwan Iskandar. Selain Supartina, perwakilan perempuan petani kopi yang ikut menyerahkan adalah Siti Hermi, Okta Leonita, Amelia Kontesa dan Desmi Yati.

Perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar menyemang buah kopi di lantai kebun kopi

“Kami akan agendakan pembahasannya bersama dengan BPD, dan mudah-mudahan bisa disahkan dalam tahun ini juga,” kata Harwan usai menerima Ranperdes yang didampingi oleh Sekretaris Desa, Riston Nawawi dan Kepala Seksi Pemerintahan Pemerintah Desa Batu Ampar, Suhaimi.

Ema Susana juga mengharapkan agar Ranperdes yang diajukan kepada Pemerintah Desa Pungguk Meranti akan disahkan dalam tahun ini. “Harapan kami, bisa disahkan dalam tahun ini,” kata Ema saat menyerahkannya kepada Sekretaris Desa Pungguk Meranti, Samsi Jaya.

Ema juga tidak sendirian saat menyerahkan Ranperdes. Dia ditemani oleh Ida Lela Yati, Desmi Julita Hayani, Mardalena dan Asna Wati. “Kalau nantinya sudah disahkan, kami berharap ibu-ibu akan membantu pemerintah desa untuk menjalankannya,” kata Samsi.

Sudah Dikonsultasikan

Sebelum diajukan ke pemerintah desa, Ranperdes tersebut telah dikonsultasikan kepada pemerintah desa, BPD, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan dan tokoh pemuda.

Bila perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar melakukan konsultasi pada Selasa (27 Februari 2024), sedangkan perempuan petani kopi di Desa Pungguk Meranti melakukannya pada Rabu (28 Februari 2024).

Konsultasi dilakukan dengan meminta seluruh pihak yang hadir segara bergantian untuk memberikan tanggapan terhadap inisiatif mereka menyusun dan akan mengajukan Ranperdes, serta meminta masukan terhadap Ranperdes yang telah disusun.

Secara umum, para pihak yang hadir mengapresiasi dan mendukung inisiatif yang dilakukan, dan berharap Ranperdes yang telah disusun akan disahkan menjadi peraturan desa.

Dampak Perubahan Iklim

Inisiatif perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti menyusun dan mengajukan Ranperdes yang didukung oleh The Samdhana Institute tersebut bukan tidak beralasan. Mereka telah merasakan secara nyata berbagai dampak dari perubahan iklim, dan mengkhawatirkan dampaknya akan semakin memburuk pada masa mendatang.

Berbagai dampak yang telah dirasakan antara lain penurunan kuantitas dan kualitas hasil panen, peningkatan potensi gagal panen, perkembangan kopi tidak maksimal, tanaman kopi rentan diserang hama dan penyakit, dan peningkatan biaya perawatan kebun kopi.

“Bisa mengakibatkan biaya yang dikeluarkan tidak sepadan dengan pendapatan yang diperoleh, sehingga kondisi ekonomi rumah tangga bisa terganggu,” kata Mardalena.

Dampak lainnya adalah perempuan petani kopi mulai mengalami hambatan dalam merawat, memanen dan mengolah hasil panen, memperbesar kerentanan perempuan dan anak petani kopi mengalami kekerasan, dan memperbesar potensi perempuan petani kopi mengalami stres dan depresi.

“Perubahan iklim ini juga berdampak terhadap kehidupan sosial dan budaya. Tradisi gotong royong (ganti hari) yang selama ini dilakukan oleh perempuan petani kopi dalam merawat kebun kopi dan memanen kopi bisa menghilang, dan tradisi menyemang kopi yang dilakukan oleh perempuan juga bisa menghilang,” terang Okta.

Kearifan Lokal Selaras Aksi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Menilai dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh perempuan petani kopi lebih rentan dibandingkan laki-laki, penyusunan Ranperdes tersebut ditujukan untuk mengembangkan peran dan meningkatkan keberdayaan perempuan petani kopi dalam mengendalikan dan menghadapi perubahan iklim.

Selain itu, Ranperdes tersebut juga ditujukan untuk melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. “Setelah kami kaji, ternyata banyak kearifan lokal yang kami miliki dalam mengelola kebun kopi yang selaras dengan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Berbagai kearifan lokal tersebut sangat perlu untuk dilestarikan,” ujar Ema.

Kebun kopi berpola polikultur

Berbagai kearifan lokal tersebut antara lain menerapkan pola polikultur dengan menanam beragam pepohonan penghasil buah seperti nangka, alpukat, durian, jengkol, petai, kabau, pala, aren, pinang atau lainnya, menanam bambu, sayur-mayur dan rempah-rempah, membuat lubang angin, dan membuat penampungan air hujan.

Lalu, tidak membakar rerumputan, dedaunan dan rerantingan pohon kopi dan pohon lainnya, memanfaatkan rerumputan, dedaunan dan rerantingan pohon kopi dan pohon lainnya menjadi mulsa organik, dan tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia.

“Dalam Ranperdes yang disusun, kami menyebut kebun kopi yang dikelola dengan menerapkan berbagai kearifan lokal yang selaras dengan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tersebut dengan istilah kebun kopi tangguh iklim,” ujar Supartina.

Kebun Kopi Tangguh Iklim

Dengan mensyaratkan pengelolaan kebun kopi dengan menerapkan berbagai kearifan lokal tersebut, Ranperdes tersebut juga bertujuan untuk melestarikan tradisi ganti hari dalam pengelolaan kebun kopi dan tradisi menyemang kopi, melestarikan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati di kebun kopi, dan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, khususnya petani kopi.

Khusus di Desa Batu Ampar, penyusunan Ranperdes tersebut juga bertujuan untuk mendukung program ketahanan pangan dan pariwisata berbasis kebun kopi. “Pengelolaan kebun kopi tangguh iklim diharapkan juga bisa menjadi daya tarik wisata. Tidak hanya menjadi lokasi wisata alam, tetapi juga bisa menjadi lokasi wisata budaya, wisata edukasi dan wisata kuliner,” terang Okta sembari menambahkan perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar berencana merintis usaha kedai kopi semang di kebun kopi tangguh iklim. (**)

Related Posts

Koppi Sakti Desa Batu Ampar Juga Mulai Terapkan Kembali Pola Polikultur di 50,77 Ha Kebun Kopi

Upaya Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Batu Ampar menerapkan kembali sejumlah kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi…

Koppi Sakti Desa Mojorejo Buat Lubang Angin di 50,84 Ha Kebun Kopi

Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Mojorejo telah mengajukan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) Tentang Desa Kopi Tangguh Iklim kepada Pemerintah Desa Mojorejo….

Koppi Sakti Desa Pungguk Meranti Buat Lubang Angin di 68,22 Ha Kebun Kopi

Sebanyak 58 anggota Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Pungguk Meranti, Kepahiang juga mulai menerapkan kembali salah satu kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan…

Koppi Sakti Desa Batu Ampar Buat Lubang Angin di 50,77 Ha Kebun Kopi

Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Batu Ampar, Kabupaten Kepahiang mulai menerapkan kembali salah satu kearifan lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang…

Dua Desa di Rejang Lebong Siap Menjadi Desa Kopi Tangguh Iklim

Dua desa di Kabupaten Rejang Lebong, yakni Desa Tebat Tenong Luar, Kecamatan Bermani Ulu Raya, dan Desa Mojorejo, Kecamatan Selupu Rejang siap menjadi Desa Kopi Tangguh Iklim….

Mengenal Kopi Semang, Kopi Dengan Harga “Launching” Rp 500 Ribu per Kg

“500 ribu rupiah,” ujar Barista KM Nol Café, Herry Supandi secara lugas menyebutkan harga perkenalan yang pantas untuk setiap kilogram roasted bean kopi semang yang diluncurkan oleh…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *