“500 ribu rupiah,” ujar Barista KM Nol Café, Herry Supandi secara lugas menyebutkan harga perkenalan yang pantas untuk setiap kilogram roasted bean kopi semang yang diluncurkan oleh Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Kepahiang.
Herry mengemukakan hal tersebut dalam Launching dan Cupping Kopi Semang, dan Dialog Kebijakan pada Senin, 27 Mei 2024, yang didukung oleh The Samdhana Institute, dan dihadiri oleh barista, pengelola coffee shop, jurnalis dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu.
Selain memiliki aroma dan cita rasa yang khas, kopi semang dari Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti yang diluncurkan oleh Koppi Sakti Kepahiang juga dinilai memiliki cerita istimewa yang layak untuk diapresiasi. “Bukan tidak mungkin nantinya bisa lebih tinggi dari (harga) kopi luwak,” kata Herry.
Tradisi
Nama kopi semang berasal dari salah satu tradisi yang dilakukan oleh perempuan di Desa Batu Ampar dan Pungguk Meranti di kebun kopi. Menyemang kopi, namanya. Bukan hanya perempuan pemilik kebun kopi, menyemang kopi juga dilakukan oleh perempuan bukan pemilik kebun kopi.
“Di Desa Batu Ampar, sebagian penyemang kopi adalah (perempuan) lansia (lanjut usia) bukan pemilik kebun,” kata Ketua Koppi Sakti Kepahiang, Supartina Paksi.
Menyemang kopi dapat diartikan sebagai kegiatan memungut buah kopi yang jatuh secara alami, dan biji dari buah kopi yang kulit dan daging buahnya serta lendirnya sudah dikonsumsi dan dilepeh oleh hewan, serta mengalami fermentasi secara alami di lantai kebun kopi.
Tradisi menyemang kopi biasanya dilakukan pada bulan April hingga bulan September, atau setelah pemilik kebun kopi selesai memanen buah kopi untuk periode pertama hingga beberapa minggu setelah musim panen periode terakhir (ketiga) berakhir.
Bagi pemilik kebun kopi, membiarkan orang lain menyemang kopi termasuk berbagi pangan (rezeki). Pemilik kebun kopi juga tidak pernah mewajibkan penyemang agar melaporkan hasil menyemang karena percaya bahwa penyemang tidak akan memanen atau menggugurkan buah kopi atau buah lainnya yang terdapat di kebun kopi.
Pemilik kebun kopi juga tidak mengganggap hewan yang mengonsumi buah kopi seperti tupai, monyet dan lainnya sebagai pengganggu. Pemilik kebun kopi membiarkan saja hewan-hewan tersebut mengonsumsi buah kopi di kebun kopinya karena menganggap hal tersebut termasuk perbuatan berbagi pangan. “Hewan juga butuh makan untuk hidup,” kata Supartina.
Menurut Supartina, kopi semang kecip biasanya lebih banyak ditemukan di kebun kopi yang menerapkan tradisi berpola polikultur (beragam jenis). Dengan keberagaman jenis pepohonan seperti jengkol, durian, alpukat, nangka, aren, pala dan lainnya, kebun kopi juga menjadi tempat singgah dan tempat tinggal beragam hewan, termasuk hewan yang mengonsumsi buah kopi.
Tradisi lainnya yang biasa dilakukan di kebun kopi yang menjadi lokasi menyemang kopi adalah tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia dalam merawat kopi. Sampah rerumputan, reranting dan dedaunan pohon kopi dan pohon lainnya yang terdapat di kebun kopi secara alami menjadi pupuk. Berbagai sampah organik tersebut juga biasanya dimanfaatkan terlebih dahulu oleh pemilik kebun sebagai mulsa.
Pilihan
Ketua Pengawas Koppi Sakti Kepahiang, Ema Susana mengatakan, kopi semang yang diluncurkan oleh Koppi Sakti Kepahiang adalah kopi semang kecip. Biji kopi semang kecip adalah biji kopi pilihan. Dari ratusan atau ribuan pohon kopi di kebun kopi, hanya buah kopi dari pohon kopi yang terkategori sehat, yang ditandai dengan pertumbuhannya subur, tidak diserang hama dan penyakit, dan berbuah banyak, yang akan dipilih oleh hewan.
Lalu, dari ratusan atau ribuan buah kopi di setiap pohon kopi yang sehat, hanya buah kopi yang kulit buahnya berwarna merah ranum, daging buahnya tebal, lendirnya banyak, tidak berbiji sebelah dan mudah lepas dari tangkai, yang dipilih oleh hewan. “Buah kopi terbaik dari pohon kopi terbaik yang dipilih oleh hewan,” kata Ema.
Jatuh ke lantai kebun kopi setelah dilepeh oleh hewan yang mengonsumsinya, biji kopi yang masih dilapisi sisa lendir akan mengalami fermentasi secara alami. Satu per satu biji kopi yang mengalami fermentasi secara alami tersebut dipungut dan dikumpulkan. “Mengumpulkan 1 Kg biji kopi semang kecip bisa berhari-hari,” kata Ema.
Selanjutnya, biji kopi semang kecip yang diperoleh, disortir. Biasanya, penyortiran dilakukan di atas tampah. Biji kopi semang kecip yang lecet, tergores dan memiliki lubang kecil pada kulit tanduknya, atau biji kopinya hanya tinggal sebelah dipisahkan dari biji yang terkategori bagus. “Biji kopi semang kecip yang bagus yang diolah Koppi Sakti Kepahiang,” kata Ema.
Setelah dijemur dengan sinar matahari langsung selama tiga atau empat hari dengan menggunakan tampah di atas bambu, kayu atau lainnya yang berjarak lebih dari 1 meter dari tanah, biji kopi semang kecip ditumbuk dengan lesung kayu atau diremas dengan tangan untuk melepaskan kulit tanduknya. Selanjutnya, biji kopi semang kecip kembali disortir, dan ditampi agar bersih.
Aksi Iklim
Koppi Sakti Kepahiang merintis usaha kopi semang untuk mendukung upaya mereka membangun Desa Kopi Tangguh Iklim. Selain merintis usaha kopi semang roasted bean dan bubuk dalam kemasan, Koppi Sakti Kepahiang juga akan merintis kedai kopi semang di kebun kopi tangguh iklim, dan outlet oleh-oleh dari Desa Kopi Tangguh Iklim. “Sebagian hasilnya akan dimanfaatkan untuk (membangun) Desa Kopi Tangguh Iklim,” kata Supartina.
Dalam membangun Desa Kopi Tangguh Iklim, Koppi Sakti Kepahiang telah menginventaris kearifan lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, menyepakati kriteria dan standar kebun kopi tangguh iklim, serta menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Desa Tentang Desa Kopi Tangguh Iklim ke pemerintah desa setempat.
Hasil kajian Koppi Sakti Kepahiang, beberapa tradisi pengelolaan kebun kopi di Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti selaras dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Beberapa tradisi tersebut antara lain berpola polikultur, tidak membakar rerumputan, reranting dan dedaunan, memanfaatkan rerumputan, reranting dan dedaunan untuk mulsa dan pupuk organik, tidak menggunakan pestisida kimia, dan membuat lubang angin.
Koppi Sakti Kepahiang menilai, para perempuan petani kopi perlu diberdayakan agar berkontribusi mengatasi perubahan iklm dengan membangun kebun kopi tangguh iklim berbasis kearifan lokal. “Dari kebun kopi, perempuan petani kopi dapat berkontribusi mengatasi perubahan iklim,” kata Ema.
Unggulan
Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu menilai, usaha kopi semang yang dirintis oleh Koppi Sakti Kepahiang termasuk terobosan baru. Dengan aroma dan cita rasa khas, serta cerita istimewa yang dimiliki, kopi semang berpotensi menjadi salah satu unggulan daerah.
Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu berjanji akan memberikan bantuan untuk mendukung usaha kopi semang. “Akan kami prioritaskan,” kata Sub Sektor Bidang Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Yuhan Syahmeri. (**)