Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Batu Ampar, Kabupaten Kepahiang mulai menerapkan kembali salah satu kearifan lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi adaptasi perubahan iklim, yakni membuat lubang angin (mini rorak).
Dengan dukungan dari The Canada Fund for Local Initiatives (CFLI) – Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, 58 orang anggota Koppi Sakti Desa Batu Ampar membuat lubang angin di 50,77 hektare kebun kopi.
Mereka membuat setidaknya 150 unit untuk setiap hektare dengan ukuran minimal 30 cm x 30 cm x 30 cm untuk setiap unit. Dalam membuatnya, mereka dibantu oleh keluarga.
“Sebagian ibu-ibu, bahkan, sudah membuat lebih banyak,” kata Ketua Koppi Sakti Desa Batu Ampar, Supartina Paksi pada Kamis (22/8/24).
Supartina mengatakan hal tersebut saat mengecek kebun kopi anggota Koppi Sakti Desa Batu Ampar. Saat mengecek, Supartina bersama Yarmaini, Yosi Karmila, Yosi Arma Wati dan Okta Leonita, dan pemuda Desa Batu Ampar Syamsir Alamsyah.
“Semakin banyak, semakin bagus,” timpal Yarmaini.
Menurut Supartina, pembuatan lubang angin diperlukan untuk mengurangi potensi lahan mengalami kekeringan saat musim kemarau. Lubang angin dibuat untuk menampung air hujan agar bisa dipanen atau diserap secara optimal oleh tanah.
“Kalau kekeringan, pohon kopi tidak sehat, dan bunga serta buah kopi yang dihasilkan bisa sedikit,” kata Supartina.
Manfaat lainnya, menurut Yarmaini, adalah mengurangi potensi erosi dan penurunan kesuburan tanah akibat air hujan. “Mencegah bunga tanah (humus), dan sampah rumput, daun dan ranting pohon kopi dan pohon lainnya hanyut terbawa air hujan karena bisa terperangkap ke lubang angin,” ujar Yarmaini.
Pembuatan lubang angin, tambah Supartina, juga menjadi bagian persiapan penanaman pepohonan. Dengan dukungan CFLI – Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, Koppi Sakti Desa Batu Ampar telah membibitkan pohon durian, alpukat, nangka dan jengkol pada akhir Juni 2024, dan akan menanamnya pada akhir Oktober 2024.
“Ditanam di dekat lubang angin, bukan di lubang angin,” kata Supartina.
Setiap hektare kebun kopi akan ditanam sedikitnya 50 batang. Selain mendapatkan bibit dari rumah pembibitan, setiap anggota Koppi Sakti Desa Batu Ampar juga akan mendapatkan bibit unggul bersertifikat untuk menjadi pohon indukan enteres.
Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Koppi Sakti Desa Batu Ampar, Desmi Yati mengatakan, pembuatan lubang angin bukanlah hal baru bagi petani kopi di Desa Batu Ampar. “Dulu, nenek kami pasti membuat lubang angin. Sayangnya, selama ini kami belum memahami fungsi dan manfaatnya. Sekarang kami sudah mulai memahami, makanya kami mulai menerapkannya kembali,” kata Desmi pada Rabu (21/8/24).
Desmi mengungkapkan hal tersebut di sela-sela mengecek kebun kopi anggota Koppi Sakti Desa Batu Ampar lainnya. Saat mengecek, Desmi bersama Amelia Kontesa, Ida Ria dan Fitri Yani, dan pemuda Desa Batu Ampar, Syamsir Alamsyah dan Sukardi.
Amelia menambahkan, manfaat dari pembuatan lubang angin tidak hanya untuk pohon kopi, tetapi juga tanaman lainnya , termasuk tanaman rempah dan sayur yang biasa ditanam oleh perempuan petani kopi di bawah atau antara pohon kopi. “Semua tanaman akan mendapatkan manfaat dari lubang angin,” kata Amelia.
Secara terpisah, Anggota Koppi Sakti Desa Batu Ampar, Susanti mengatakan, dia dan suami sudah bersepakat untuk memperbanyak jumlah lubang angin di kebun kopinya. “Manfaatnya sangat bagus,” katanya saat mengecek kebun kopi anggota Koppi Sakti Desa Batu Ampar lainnya bersama Eni Susanti dan Herna Zulni, pemuda Desa Batu Ampar, Syamsir Alamsyah dan Sukardi, dan Kepala Desa Batu Ampar, Harwan Iskandar pada Selasa (20/8/24).
Kebun Kopi Tangguh Iklim
Pada 5 Maret 2024, perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar mengajukan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) tentang Desa Kopi Tangguh Iklim. Melalui Ranperdes tersebut, mereka ingin merevitalisasi sejumlah kearifan lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk membangun kebun kopi tangguh iklim.
Berbagai kearifan lokal tersebut antara lain menerapkan pola polikultur dengan menanam pepohonan penghasil buah seperti nangka, alpukat, durian, jengkol, petai, kabau atau lainnya dan tanaman sayur dan rempah, membuat lubang angin, dan membuat bak penampungan air hujan.
Lalu, tidak membakar, melainkan memanfaatkan sampah rerumputan, dedaunan dan rerantingan pohon kopi dan pohon lainnya menjadi mulsa organik dan pupuk organik. Khusus mengenai lubang angin, jumlah minimal lubang angin yang dibuat adalah 256 unit setiap hektare. (**)