Tumbuhan Multi Manfaat Berbunga Eksotis di Warisan Dunia Ini Potensial Untuk Kesejahteraan Perempuan Desa

[et_pb_section admin_label=”section”]
[et_pb_row admin_label=”row”]
[et_pb_column type=”4_4″]
[et_pb_text admin_label=”Text”]
Kecombrang, Honje, Kantan atau Unji (Etlingera elatior) merupakan salah satu tumbuhan berbunga eksotis yang tumbuh berlimpah di zona pemanfaatan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang merupakan bagian dari Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (Warisan Dunia), di Desa Pal VIII, Rejang Lebong. Tumbuhan yang umumnya dimanfaatkan untuk rempah dan pangan lokal ini memiliki beragam atau multi manfaat yang potensial untuk peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.

Mengutip berbagai referensi, Lim (2014), Farida dan Maruzy (2016) dan Sabilu dkk (2017) mengemukakan, hampir semua bagian dari Kecombrang antara lain bunga, buah, akar, daun dan kulit luar batang Kecombrang mengandung senyawa antioksidan, antibakteri dan antikanker. Farida dan Maruzy (2016) menambahkan, buah Kecombrang dimanfaatkan untuk mengobati sakit telinga, daun Kecombrang untuk membersihkan luka dan penghilang bau badan, dan bunga Kecombrang dimanfaatkan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker payudara.

Etlingera elatior/www.georgiavines.com

Sabilu dkk (2017) menambahkan, batang Kecombrang digunakan untuk menyembuhkan gejala demam tifoid, infeksi telinga dan kurang nafsu makan, daun Kecombrang untuk menyebuhkan diare, dan buah Kecombrang untuk menyembuhkan sariawan, batuk dan perut mulas. Selain itu, Farida dan Maruzy (2016) menuliskan bahwa bunga Kecombrang dimanfaatkan untuk membuat sabun, sampo dan parfum, dan Agustina dkk (2016) menuliskan bahwa serat batang Kecombrang digunakan untuk sabun.

Ibrahim dan Setyowati dalam Handayani (2015) juga mengemukakan bahwa batang Kecombrang digunakan sebagai bahan anyaman dan bahan baku pembuatan kertas, lalu Dwiatmini dkk (2008) menuliskan bahwa bunga Kecombrang telah digunakan di hotel-hotel untuk dekorasi ruangan, dan Herlina (2012) dan Handayani (2015) menuliskan bahwa Kecombrang ditanam sebagai tanaman hias dan dimanfaatkan menjadi bunga potong.

Bagi perempuan di Desa Pal VIII, pemanfaatan Kecombrang di kawasan hutan Madapi potensial untuk peningkatan kesejahteraan. Hasil identifikasi dan penilaian hasil hutan bukan kayu di kawasan Madapi dengan memperhatikan kriteria Ketersediaan dan distribusi, Pemanenan, Lokasi, Perkembangbiakan, dan Hubungan dengan pengelolaan hutan atau konservasi, Kecombrang menjadi prioritas utama.

Kecombrang (Etlingera eliator), salah satu potensi hasil hutan bukan kayu yang berlimpah di zona pemanfaatan TNKS Desa Pal VIII, Rejang Lebong. Foto: Muhammad Ikhsan

Berdasarkan pengetahuan Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama Desa Pal VIII, bagian Kecombrang yang dimanfaatkan adalah daun, batang, bunga dan buah. Daun untuk atap pondok, batang untuk obat batuk, obat luka dan penyubur rambut, bunga untuk beragam menu masakan (lauk) dan minuman, dan buah untuk minuman, sirup dan manisan.

Pemanfaatan secara manual dengan cara dipetik/dipotong dengan periode mingguan dan dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak ada ancaman berarti terhadap populasi Kecombrang, dan pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian TNKS. “Di luar kawasan Madapi, sudah sulit untuk menemukan Kecombrang di Desa Pal VIII. Mungkin karena kondisi hutan Madapi masih bagus, makanya Kecombrang bisa tumbuh subur dan berlimpah,” kata Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati beberapa waktu lalu.

KPPL Maju Bersama sedang berupaya untuk mendapatkan akses pemanfaatan Kecombrang (dan Pakis) di kawasan TNKS. KPPL Maju Bersama telah menyampaikan permohonan untuk bisa memanfaatkan Kecombrang dan telah direspon positif dan mendapat dukungan dari Balai Besar TNKS. Terhadap sejumlah upaya penguatan kapasitas dan proses untuk mendapatkan akses pemanfaatan Kecombrang, Balai Besar TNKS juga terus membantu KPPL Maju Bersama.

Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati memperlihatkan bunga Kecombrang yang ditemukan di zona pemanfaatan TNKS yang dikenal Hutan Madapi di Desa Pal VIII. Foto: Dedek Hendry

Bila akses pemanfaatan Kecombrang diberikan, salah satu rencana KPPL Maju Bersama adalah memanfaatkannya untuk diolah menjadi makanan dan minuman kemasan. Untuk diketahui, pemanfaatan bunga dan buah kecombrang yang diolah menjadi minuman siap saji dan kemasan telah dilakukan warga di Jember dan Pangadaran dengan harga Rp 10.000 dan Rp 25.000 per botol.

“Usaha pengembangan produk olahan dari bunga atau buah Kecombrang berupa makanan atau minuman, prospektif bila dilakukan KPPL Maju Bersama,” kata Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu Guswarni Anwar. Dia juga menyatakan akan membantu meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan KPPL Maju Bersama terkait konservasi dan ekonomi produktif.

KPPL Maju Bersama melakukan pemetaan sebaran potensi HHBK (Kecombrang dan Pakis) di Zona Pemanfaatan TNKS, Hutan Madapi, Desa Pal VIII, belum lama ini. Foto: Dedek Hendry

Anggota DPR RI, dr Anarulita Muchtar yang sempat mencoba minuman dari Kecombrang yang dibuat oleh KPPL Maju Bersama, berharap rencana kerjasama antara Balai Besar TNKS dan KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII direalisasikan. Dia akan mengajak lembaga keuangan dan perbankan untuk memfasilitasi pelatihan pengembangan produk, penguatan kapasitas manajemen dan permodalan usaha yang akan dilakukan kelompok perempuan dari memanfaatkan potensi TNKS.

“Misalnya rencana ibu-ibu memanfaatkan Kecombrang untuk membuat dodol, sirup atau produk kemasan lainnya. Kreativitas dan inovasi perempuan desa membangun usaha dari memanfaatkan potensi di hutan warisan dunia seperti itu perlu mendapatkan dukungan dari lembaga keuangan dan perbankan agar usaha yang dijalankan bisa berkelanjutan,” kata Anarulita.

 

Referensi:

Agustina, Zulfa A. dkk, 2016, Penggunaan Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai Alternatif Pengganti Sabun dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Suku Baduy, Media Litbangkes, Vol. 26 No. 4, Desember 2016, 235–242

Dwiatmini, K. dkk, 2009, Induksi Mutasi Kecombrang (Etlingera elatior) Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma, Jurnal Hortikultura, Vol 19, No 1, 1-5,

Farida, Sofa dan Maruzy, Anshary, 2016, Kecombrang (Etlingera Elatior): Sebuah Tinjauan Penggunaan Secara Tradisional, Fitokimia dan Aktivitas Farmakologinya, Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia, Vol 9, No 1, Agustus 2016, 19-28

Handayani, Dina, 2015, Keanekaragaman Dan Pemanfaatan Honje Di Pekarangan Rumah Daerah Bogor, Tesis, IPB

Herlina D, 2012, Bunga Potong Tropis yang Dirilis BALITHI, IPTEK Hortikultura (8):36-40

Lim, T.K., 2014, Edible Medicinal and Non Medicinal Plants, Volume 8, Flowers, Springer

Mongabay, 2018, Bengkulu Optimis Capai Target Perhutanan Sosial, Seperti Apa?, 21 Februari 2018

Redaksi Bengkulu, 2018, Anggota DPR RI : Harapan Baru Bagi Perempuan Desa Sekitar Hutan Warisan Dunia, 24 April 2018

Yusuf, Sabilu et.al., 2017, The Utilization of Sikala (Etlingera elatior) As Traditional Medicine in Porehu District, North Kolaka Regency, Southeast Sulawesi Province, Indonesia, Advances in Environmental Biology, 11(9) September 2017, Pages: 5-9
[/et_pb_text]
[/et_pb_column]
[/et_pb_row]
[/et_pb_section]

Related Posts

Mengenal Kopi Semang, Kopi Dengan Harga “Launching” Rp 500 Ribu per Kg

“500 ribu rupiah,” ujar Barista KM Nol Café, Herry Supandi secara lugas menyebutkan harga perkenalan yang pantas untuk setiap kilogram roasted bean kopi semang yang diluncurkan oleh…

Perempuan Petani Kopi Ajukan Ranperdes untuk Hadapi Perubahan Iklim

Inisiatif perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti menyusun dan mengajukan Ranperdes tersebut bukan tidak beralasan. Mereka telah merasakan secara nyata berbagai dampak dari perubahan iklim, dan mengkhawatirkan dampaknya akan semakin memburuk pada masa mendatang.

Gubernur Bengkulu akan Usulkan Areal Kawasan Hutan Khusus untuk Kelompok Perempuan

Gubernur Bengkulu Dr. H. Rohidin Mersyah akan mengusulkan areal kawasan hutan untuk dikelola secara khusus oleh kelompok perempuan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

29 Kelompok Perempuan Pengelola Hutan dan Usaha HHBK akan Berdialog dengan Gubernur Bengkulu

Sebanyak 29 kelompok perempuan pengelola hutan dan usaha hasil hutan bukan kayu (HHBK) akan menyampaikan aspirasi melalui kegiatan dialog dengan para pemangku kebijakan, yakni Balai Besar Taman…

Ketika 11 Kelompok Perempuan Pengelola Hutan Berlatih Pemetaan Partisipatif Berbasis Teknologi Solutif

“Misi berhasil…,” teriak Feni yang langsung disambut dengan teriakan anggota Tim 1 lainnya, “Yes…, yes…, yes…” Teriakan tersebut merupakan luapan kegembiraan Tim 1 karena telah berhasil menyelesaikan…

Gubernur Bengkulu Harapkan Jumlah Kelompok Perempuan Pengelola Hutan Bisa Bertambah

Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengharapkan jumlah kelompok perempuan pengelola hutan yang berhasil mendapatkan legalitas bisa bertambah. Rohidin menyampaikan harapan tersebut setelah membaca buku Membangun Jalan Perubahan: Kumpulan…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *