Kopi Semang: Melawan Krisis Iklim, Melestarikan Satwa Liar dan Menjaga Tradisi Luhur

Apakah Anda pernah menyesap cita rasa kopi yang diproduksi oleh perempuan petani kopi yang beraksi melawan krisis iklim, sekaligus melestarikan satwa liar dan menjaga tradisi luhur? Bila belum, jangan sampai ketinggalan untuk menyesap Kopi Semang.

Kopi Semang merupakan usaha rintisan kelompok Perempuan Alam Lestari (PAL) di Desa Batu Ampar, salah satu desa penyangga Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba di Kabupaten Kepahiang.

Sejak tahun 2020, PAL mulai mengajak perempuan petani kopi untuk merevitalisasi kearifan lokal dengan mengembangkan kebun kopi agroforestri. Selain untuk membangun Desa Batu Ampar menjadi Desa Kopi Tangguh Iklim, langkah tersebut juga untuk melestarikan satwa liar dan menjaga tradisi menyemang.

Perempuan petani kopi menyemang kopi

Habitat Hewan

Dengan menanam sejumlah pepohonan seperti Durian, Alpukat, Nangka, Jengkol, Aren, Bambu dan lainnya di kebun kopi, maka kebun kopi bisa kembali menjadi habitat atau tempat persinggahan berbagai jenis hewan yang akan memakan kulit luar kopi yang berwarna merah.

“Semakin banyak hewan yang memakan kulit luar kopi, semakin banyak pula buah kopi yang bisa disemang,” kata Ketua PAL, Supartina Paksi, belum lama ini.

Nyemang adalah tradisi memungut buah kopi di bawah pohon kopi atau sekitar kebun kopi, yang kulit luarnya yang berwarna merah yang sudah habis dimakan oleh berbagai jenis hewan seperti tupai, monyet, kelelawar atau lainnya. Umumnya, menyemang dilakukan oleh perempuan petani kopi, termasuk perempuan lanjut usia (lansia).

Perempuan Lansia Bebas Menyemang

Khusus bagi perempuan lansia, sambung Supartina, mereka bebas untuk menyemang kopi di seluruh kebun kopi di Desa Batu Ampar. “Para pemilik kebun kopi tidak akan melarang karena memahami bahwa hasil penjualannya akan digunakan oleh perempuan lansia untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,“ kata Supartina.

Supartina menyampaikan hal tersebut saat pengelola KM Nol Coffee di Bencoolen Mall di Kota Bengkulu, Hery Supandi berkunjung ke Desa Batu Ampar untuk mengajak perwakilan PAL membandingkan cita rasa Kopi Semang dengan kopi petik merah yang dilakukan oleh petani.

Berkualitas

Dengan cita rasa yang lebih berkualitas dibandingkan kopi petik merah, Hery pun bersedia menerima Kopi Semang untuk disajikan di KM Nol Coffee. Bahkan, Hery bersedia membeli green bean Kopi Semang yang dijual oleh PAL dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga green bean kopi petik merah.

Pembelian dengan harga yang lebih tinggi tersebut merupakan bentuk apresiasi terhadap upaya perempuan petani kopi melawan krisis iklim sekaligus melestarikan satwa liar dan menjaga tradisi luhur. “Saya optimis Kopi Semang akan diminati para pencinta kopi. Cita rasa kopi yang dipanen secara alami oleh hewan tentu lebih baik dibandingkan dengan cita rasa kopi petik merah yang dipanen oleh manusia. Apalagi, Kopi Semang memiliki nilai dan cerita unik dan berbeda,” kata Hery.

Untuk diketahui, harga green bean kopi petik pelangi (merah, kuning dan hijau) berkisar Rp 17.000 – Rp 23.000 per kilogram, sedangkan harga green bean kopi petik merah berkisar Rp 35.000 – Rp 45.000 per kilogram, sementara harga green bean Kopi Semang adalah Rp 70.000 per kilogram. (**)

Related Posts

Sekolah Adat Tunggu Tubang, Jalan Pulang Generasi Muda Adat Semende

Komunitas Adat Muara Dua, Semende Ulu Nasal di Kabupaten Kaur meresmikan sekolah adat pada Sabtu (18/10/25). Sekolah yang dibangun secara bergotong-royong dengan konstruksi kayu beratap kayu Sirap…

Bupati Kepahiang Ingin Kebun Kopi Tangguh Iklim Menyerbak

“Ini yang saya cari,” ujar Bupati Kepahiang H. Zurdi Nata, S.IP dalam diskusi bersama perwakilan Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Bengkulu di…

Perempuan Petani Kopi dari 20 Desa Surati Bupati Minta Fasilitasi Bangun Kebun Kopi Tangguh Iklim

Sebanyak 40 orang perempuan petani kopi dari 20 desa di Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong menandatangani surat permintaan kepada bupati agar memfasilitasi para perempuan petani kopi…

Perempuan Besemah Padang Guci: Pelestarian Aren Penting untuk Adat dan Tradisi

“Bubugh (bubur). Wajib ada saat jamuan adat perkawinan di adat kami, orang Besemah Padang Guci. Tidak bisa tidak ada,” kata Endang Putriani (36), perempuan Besemah Padang Guci…

Senyum Bahagia Perempuan Petani Kopi Merasakan Perubahan dari Membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim

Senyuman yang mengekpresikan rasa bahagia nyaris tidak pernah lepas dari wajah anggota Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Tebat Tenong Luar, Rejang…

Perempuan Petani Kopi Panen Pupuk Organik dari Lubang Angin di Kebun Kopi Tangguh Iklim

“Yang dipanen baru 30 lubang,” kata Heni, Pengawas Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Mojorejo, Rejang Lebong sembari menghidangkan nasi, sambal cabai…

This Post Has One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *