Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu mengapresiasi dan mendukung aspirasi Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Bengkulu agar Pemerintah Provinsi Bengkulu membuat kebijakan dan program pemberdayaan perempuan petani kopi untuk membangun kebun kopi tangguh iklim.

“Saya setuju bila upaya yang sudah dilakukan oleh ibu-ibu bisa membesar atau meluas,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu Safnizar dalam Dialog Kebijakan Provinsi Bengkulu Terkait Perempuan, Kopi dan Perubahan Iklim yang didukung oleh Canada Fund for Local Initiatives (CFLI) – Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste pada Selasa, 18 Februari 2025.
Menurut Safnizar, aspirasi yang disampaikan oleh Koppi Sakti Bengkulu relevan dengan lima isu strategis yang tertuang dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Bengkulu tahun 2025 – 2045. Lima isu tersebut yakni, pertumbuhan ekonomi, pengentasan angka kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup, kerentanan bencana, dan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.
“Saya akan komunikasikan ke Gubernur Bengkulu, Bapak Helmi Hasan,” kata Safnizar. Selain akan mengomunikasikannya, Safnizar juga menyarankan agar Koppi Sakti Bengkulu menyampaikan aspirasinya kepada Gubernur Bengkulu dengan mengirimkan surat atau bila memungkinkan Koppi Sakti Bengkulu beraudiensi atau berdialog secara langsung dengan Gubernur Bengkulu.
Peran Strategis Provinsi Bengkulu
Provinsi Bengkulu memiliki peran strategis dalam sektor perkopian di Indonesia. Dengan areal perkebunan kopi robusta rakyat seluas 91.776 hektare, berdasarkan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2021 – 2023, Provinsi Bengkulu merupakan provinsi dengan areal perkebunan kopi robusta rakyat terluas ketiga di Indonesia. Sebanyak 66.499 keluarga petani di Provinsi Bengkulu yang terlibat dalam budidaya kopi robusta. Selain telah menjadi bagian dari kehidupan ekonomi, kopi robusta juga telah menjadi bagian dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat Provinsi Bengkulu.
Dari 10 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, berdasarkan Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2021 – 2023, Rejang Lebong dan Bengkulu merupakan kabupaten dengan areal perkebunan kopi robusta rakyat terluas pertama dan kedua di Provinsi Bengkulu, dan terluas keenam dan ketujuh di Indonesia. Luas perkebunan kopi robusta rakyat di Rejang Lebong adalah 29.854 hektare dengan 21.252 keluarga petani yang terlibat, dan luas perkebunan kopi robusta rakyat di Bengkulu adalah 25.751 hektare dengan 14.694 keluarga petani yang terlibat.
Dalam dialog, Koppi Sakti Bengkulu mengungkapkan bahwa perubahan iklim telah menimbulkan dampak negatif terhadap kopi dan perempuan petani kopi. Dampak perubahan iklim terhadap kopi antara lain: menurunkan kuantitas dan kualitas hasil panen, memperbesar potensi gagal panen, meningkatan kerentanan diserang hama dan penyakit, dan meningkatkan biaya perawatan kebun.
“Sedangkan dampak terhadap perempuan petani kopi antara lain: menghambat perempuan petani kopi dalam perawatan, pemanenan dan pengolahan hasil panen, memperberat beban perempuan petani kopi mengelola keuangan rumah tangga, memperbesar kerentanan perempuan petani kopi mengalami kekerasan dalam rumah tangga, memperbesar potensi perempuan petani kopi mengalami stres dan depresi, dan bisa mengakibatkan tradisi ganti hari (gotong royong), menyemang (memungut biji dan buah kopi di lantai kebun) kopi dan ngendang (menyangrai secara bergotong royong) kopi menghilang,” ungkap Sekretaris Koppi Sakti Bengkulu Mercy Fitry Yana yang menjadi juru bicara.

Hasil kajian perempuan petani kopi yang tergabung dalam Koppi Sakti, sambung Mercy, terdapat sejumlah kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang relevan dengan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Berapa kearifan/praktik lokal tersebut antara lain: berpola polikultur (menanam beragam pepohonan, tanaman sayur dan rempah), menggunakan cara manual dalam mengendalikan rerumputan, tidak membakar rerumputan, dedaunan dan reranting pohon kopi dan pohon lainnya, memanfaatkan rerumputan, dedaunan dan reranting pohon kopi dan pohon lainnya sebagai mulsa organik dan pupuk organik, tidak menggunakan pestisida kimia, membuat lubang angin (mini rorak), dan membuat tempat penampungan air hujan.
Lalu, perempuan petani kopi yang tergabung dalam Koppi Sakti Desa Batu Ampar dan Koppi Sakti Desa Pungguk Meranti di Kepahiang, dan Koppi Sakti Desa Mojorejo dan Koppi Sakti Desa Tebat Tenong Luar di Rejang Lebong berinisiatif untuk merevitalisasi berbagai kearifan/praktik lokal untuk membangun kebun kopi yang mereka sebut dengan istilah kebun kopi tangguh iklim. Dengan dukungan CFLI – Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, sebanyak 197 perempuan petani kopi di empat desa tersebut mulai membangun kebun kopi tangguh iklim di areal seluas 231 hektare.
“Sebanyak 58 perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar yang sudah mulai membangun kebun kopi tangguh iklim di areal seluas 51 hektare, 58 perempuan petani kopi di Desa Pungguk Meranti yang sudah mulai membangun kebun kopi tangguh iklim di areal seluas 68 hektare, 44 perempuan petani kopi di Tebat Tenong Luar yang sudah mulai membangun kebun kopi tangguh iklim di areal seluas 62 hektare, dan 37 anggota perempuan petani kopi di Desa Mojorejo yang sudah mulai membangun kebun kopi tangguh iklim di areal seluas 51 hektare,” kata Mercy.
Dampak Positif yang Sudah Dirasakan
Koordinator Bidang Pengembangan Usaha Koppi Sakti Bengkulu, Reva Hariani menambahkan, kendati inisiatif perempuan petani kopi membangun kebun kopi tangguh iklim relatif baru, namun berbagai dampak positif terhadap kopi sudah terlihat dan terhadap perempuan petani kopi sudah dirasakan atau dialami. Berbagai dampak positif terhadap kopi yang terlihat antara lain batang lebih kokoh, dahan lebih panjang, daun lebih rimbun, warna daun lebih hijau, bunga lebih lebat, bunga dan putik buah lebih lengket, buah lebih lebat, tidak ada lagi buah busuk sebelah dan berlubang, kulit buah lebih mengkilap dan buah lebih padat atau terasa lebih berat.
“Dampak positif yang sudah dirasakan oleh kami seperti lebih optimis dalam menjalani kehidupan dan menata masa depan. Itu baru dampak dari perubahan kopi, belum lagi dengan potensi dari durian, alpukat, jengkol, petai, nangka, kabau, aren dan rempah-rempah serta sayur-mayur yang sudah dan akan ditanam di kebun kopi. Lalu, hubungan dengan suami lebih harmonis, dan kami menjadi lebih enjoy dalam berkebun dan menjalani kehidupan berkeluarga, serta kami merasa semakin bangga untuk mengaku sebagai perempuan petani kopi, dan semakin percaya diri untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada sesama petani kopi,” ujar Reva yang juga menjadi juru bicara Koppi Sakti Bengkulu.
Sejauh ini, sambung Reva, sudah cukup banyak perempuan petani kopi di desa setempat dan desa lainnya yang juga ingin mulai mengembangkan kebun kopi tangguh iklim. Oleh karena itu, Koppi Sakti Bengkulu meminta agar Pemerintah Provinsi Bengkulu membuat kebijakan dan program untuk memberdayakan perempuan petani kopi untuk membangun kebun kopi tangguh iklim. “Kami tidak ingin hanya kami saja yang menikmati dampak positif dari inisiatif kami membangun kebun kopi tangguh iklim. Oleh karena itu, kami nilai Pemda Provinsi Bengkulu perlu membuat kebijakan dan program pemberdayaan perempuan petani kopi untuk membangun kebun kopi tangguh iklim,” kata Reva.
Tidak jauh berbeda dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu yang diwakili oleh Bidang Perkebunan, Yuhan Syahmeri, dan Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bengkulu yang diwakili oleh Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Nilawati dan Irma juga mengapresiasi dan mendukung aspirasi yang disampaikan oleh Koppi Sakti Bengkulu. (**)