Terlibat Kelola Hutan, Perempuan Bisa Bangun Ketangguhan Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan

Selain lebih rentan menjadi korban, perempuan desa sekitar kawasan hutan memiliki potensi dan hak untuk terlibat mengelola hutan guna menghadapi perubahan iklim dan ancaman krisis pangan. Oleh karena itu, memberdayakan perempuan dalam pengelolaan hutan untuk membangun ketangguhan perubahan iklim dan ketahanan pangan wajib dilakukan untuk mencapai keadilan gender dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, dan strategis untuk dikembangkan oleh pemerintah desa menjadi program unggulan agar mendapatkan dukungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten.

Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama Desa Pal VIII melakukan pemetaan potesni hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat untuk pangan di zona pemanfaatan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Desa Pal VIII. Foto: Muhammad Ikhsan

Demikian benang merah paparan Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu Guswarni Anwar, Aktivis Perkumpulan LivE/Walhi Bengkulu Pitri Wulansari dan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Fery Murtiningrum dalam diskusi bertema “Potensi Keterlibatan Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Untuk Ketangguhan Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan” di Masjid Al-Istiqamah Desa Pal VIII, Rejang Lebong pada Sabtu (9/6/18). Diskusi melibatkan Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama, Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia, Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), tokoh agama dan jurnalis.

Dengan peran yang dimiliki, perempuan lebih rentan menjadi korban dampak perubahan iklim seperti kekeringan, kebanjiran, kebakaran hutan, anomali cuaca, penurunan kesuburan tanah, wabah penyakit, dan ancaman krisis pangan. Di lain sisi, perempuan mempunyai peran penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sekaligus membangun ketahanan pangan berkaitan dengan pengelolaan hutan. “Penanaman pohon-pohon jenis lokal yang sudah diketahui manfaatnya sebagai penghasil pangan juga bisa dilakukan perempuan bersamaan dengan upaya memanfaatkan dan membudidayakan tanaman pangan di bawah tegakan pohon secara berkelanjutan,” kata Guswarni.

Lulusan doktoral bidang forest science di School of Forest Resources and Environmental Science, Michigan Technological University ini menambahkan, terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.6/KSDAE/SET/Kum.1/2018 Tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam telah membuka kesempatan luas kepada kelompok perempuan untuk terlibat aktif dalam kemitraan kehutanan dan upaya konservasi hutan. “Potensi perempuan sebagai mitra akan sangat dibutuhkan dalam pengelolaan hutan yang berkaitan dengan ketangguhan perubahan iklim dan ketahanan pangan”.

Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.31/MENLHK/SETJEN/SET.1/5/2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan juga diarahkan untuk menghadapi perubahan iklim, dengan salah satu prioritas pembangunan adalah ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. “Oleh karena itu, merealisasikan hak perempuan untuk terlibat mengelola hutan guna membangun ketangguhan perubahan iklim dan ketahanan pangan harus dilakukan sebagai bagian dari upaya mencapai keadilan gender dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Pitri.

Dampak perubahan iklim dan ancaman krisis pangan merupakan dua permasalahan yang dihadapi masyarakat desa, khususnya perempuan. Pemerintah desa yang berkewajiban meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat dapat memberdayakan perempuan untuk menghadapi dua permasalahan tersebut melalui upaya pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan potensi sumber daya alam. “Memberdayakan perempuan untuk membentuk dan mengembangkan produk unggulan melalui skema kemitraan kehutanan termasuk upaya yang bisa dilakukan pemerintah desa,” terang Fery.

Belum satu pun pemerintah desa di sekitar kawasan TNKS, yang merupakan bagian dari Tropical Rainforest Heritage of Sumatera/Warisan Dunia, memprogramkan pemberdayaan perempuan untuk terlibat mengelola TNKS guna membangun ketangguhan perubahan iklim dan ketahanan pangan. Namun, dukungan Pemerintah Desa Pal VIII, Rejang Lebong terhadap inisiatif KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola TNKS layak dikembangkan agar menjadi contoh. “Pemerintah desa juga dapat meminta dukungan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dalam melakukannya karena memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi juga merupakan kewajiban pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten,” kata Fery.

Peran Hutan untuk Ketahanan Pangan

Vira et al (2015) mengungkapkan peran hutan dan pohon untuk ketahanan pangan dan nutrisi mencakup peran langsung dan tidak langsung. Peran langsung meliputi keanekaragaman, kualitas dan kuantitas makanan, yakni penyediaan pangan berupa buah, sayur, kacang, jamur, pakan ternak, pangan hewani (daging hewan buruan, ikan dan serangga); dan jaring pengaman mata pencaharian, yakni pangan untuk masa paceklik dan masa kelangkaan lainnya, komposisi nutrisi dan bahan bakar kayu untuk memasak.

Peran tidak langsung meliputi produk pohon untuk penghasilan pendapatan, yakni tanaman pepohonan, produk-produk kayu, hasil hutan bukan kayu dan hasil pohon agroforestri lainnya; dan jasa eksositem, yakni penyediaan sumber daya genetik, penyerbukan, pengaturan iklim mikro, penyediaan habitat, penyediaan air, pembentukan tanah, pengendalian erosi, siklus nutrisi dan pengedalian hama. Hampir serupa, laporan HLPE (2017) menyebutkan empat saluran utama kontribusi hutan dan pohon untuk ketahanan pangan dan nutrisi, yakni penyediaan langsung pangan; penyediaan bioenergi, terutama untuk memasak; penghasilan pendapatan dan pekerjaan; dan penyediaan jasa ekosistem yang penting untuk ketahanan pangan dan nutrisi, kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Kontribusi untuk penyediaan langsung pangan meliputi keragaman dan kualitas makanan, penyediaan pangan dari hewan, penyediaan pakan ternak, perdagangan produk pangan dari hutan dan mengurangi kelangkaan pangan. Lalu, kontribusi terhadap ekonomi dan mata pencaharian meliputi penghasilan pendapatan, pekerjaan dan peran gender. Sedangkan kontribusi penyediaan jasa ekosistem untuk produksi pertanian meliputi pengaturan air, pembentukan, perlindungan dan sirkulasi nutrisi tanah, stabilitas agroekosistem, perlindungan keanekaragaman hayati dan sumber daya hilir, penyerbukan, dan sinergi dan pertukaran.

Ajak Perempuan Kembangkan Agroforestri dan Budidaya Lebah Madu

Inisiatif KPPL Maju Bersama untuk menjadi mitra TNKS (Kemitraan Konservasi) bukan sekadar untuk mendapatkan akses pemungutan HHBK yang bermanfaat untuk pangan secara berkelanjutan untuk diolah menjadi makanan dan minuman kemasan, tetapi juga ingin menanam pohon-pohon lokal yang memberikan hasil untuk pangan di TNKS. “Bibitnya akan kami buat (produksi) menggunakan pupuk organik yang kami buat dari memanfaatkan kotoran ternak, sekam padi, kulit kopi dan limbah hasil pertanian lainnya,” kata Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati. Selain untuk pembibitan, pupuk organik juga akan dimanfaatkan untuk bertanam sayur-sayuran.

Kepala Desa Pal VIII, Rejang Lebong Prisnawati bersama Ketua Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama Desa Pal VIII Rita Wati dan aktivis Perkumpulan LivE/Walhi Bengkulu Pitri Wulansari melihat kotak lebah madu yang diletakan di kebun campur (agroforestri) berbasis kopi. Foto: Dedek Hendry

KPPL Maju Bersama juga akan memanfaatkan bibit untuk mengajak perempuan desa mengembangkan agroforestri (kebun campur) di lahan kebun dan memanfaatkan lahan di sekitar rumah. “Rencana ini telah mendapatkan dukungan dari Kepala Desa Pal VIII, Ibu Prisnawati. Kami sudah mengadakan pertemuan dengan perwakilan ibu-ibu dan perangkat desa untuk membahasnya dan menentukan jenis tanaman yang akan dibibitkan. Selain itu, hasil dari pelatihan budidaya lebah madu yang diikuti perwakilan KPPL Maju Bersama belum lama ini, kami juga berencana mengajak ibu-ibu melakukan budidaya lebah madu. Terhadap rencana ini, kepala desa juga mendukung,” ujar Rita.

 

 Referensi tambahan:

  • HLPE. 2017. Sustainable forestry for food security and nutrition. A report by the High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition of the Committee on World Food Security, Rome.
  • Vira, B., Agarwal, B., Jamnadass, R., Kleinschmit, D., McMullin, S., Mansourian, S., Neufeldt, H., Parrotta, J. A., Sunderland, T., and Wildburger, C. 2015. Forests, Trees and Landscapes for Food Security and Nutrition dalam Vira, B., Wildburger, C. & Mansourian, S. eds. Forests and Food: Addressing Hunger and Nutrition Across Sustainable Landscapes. Cambridge, UK.

 

* Tulisan ini dikemas ulang dari Perempuan Juga Bisa Bangun Ketahanan Pangan 

Related Posts

Koppi Sakti Desa Batu Ampar Juga Mulai Terapkan Kembali Pola Polikultur di 50,77 Ha Kebun Kopi

Upaya Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Batu Ampar menerapkan kembali sejumlah kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi…

Koppi Sakti Desa Mojorejo Buat Lubang Angin di 50,84 Ha Kebun Kopi

Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Mojorejo telah mengajukan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) Tentang Desa Kopi Tangguh Iklim kepada Pemerintah Desa Mojorejo….

Koppi Sakti Desa Pungguk Meranti Buat Lubang Angin di 68,22 Ha Kebun Kopi

Sebanyak 58 anggota Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Pungguk Meranti, Kepahiang juga mulai menerapkan kembali salah satu kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan…

Koppi Sakti Desa Batu Ampar Buat Lubang Angin di 50,77 Ha Kebun Kopi

Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Batu Ampar, Kabupaten Kepahiang mulai menerapkan kembali salah satu kearifan lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang…

Dua Desa di Rejang Lebong Siap Menjadi Desa Kopi Tangguh Iklim

Dua desa di Kabupaten Rejang Lebong, yakni Desa Tebat Tenong Luar, Kecamatan Bermani Ulu Raya, dan Desa Mojorejo, Kecamatan Selupu Rejang siap menjadi Desa Kopi Tangguh Iklim….

Mengenal Kopi Semang, Kopi Dengan Harga “Launching” Rp 500 Ribu per Kg

“500 ribu rupiah,” ujar Barista KM Nol Café, Herry Supandi secara lugas menyebutkan harga perkenalan yang pantas untuk setiap kilogram roasted bean kopi semang yang diluncurkan oleh…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *