“Kami ingin memanfaatkan Kecombrang (Etlingera elatior) yang tumbuh di kawasan TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) untuk meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kesehatan perempuan, dan melestarikan TNKS. Semoga dengan akses yang diperoleh, kami bisa mencapai keinginan-keinginan tersebut,” ujar Rita Wati, Ketua Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong ditemui usai penandatanganan perjanjian kerjasama tentang kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS pada Selasa, 5 Maret 2019 (lihat video).
Dalam perjanjian kerjasama kemitraan konservasi, KPPL Maju Bersama mendapatkan akses untuk memanen kecombrang yang tumbuh liar dan membudidayakan kecombrang di zona tradisional dengan luas 10 hektar. Saat memberikan sambutan usai penandatanganan perjanjian kerjasama kemitraan konservasi, Kepala Balai Besar TNKS Tamen Sitorus mengungkapkan bahwa KPPL Maju Bersama merupakan kelompok perempuan pertama di Indonesia yang mendapatkan akses kelola di kawasan konservasi. Terkait hal tersebut, Rita menilainya sebagai motivasi sekaligus tantangan bagi KPPL Maju Bersama.
“Kami harus bisa membuktikan bahwa ketika perempuan memperoleh akses, kehidupan perempuan akan menjadi lebih baik dan lebih peduli terhadap upaya pelestarian TNKS. Sewaktu kami berupaya untuk mendapatkan akses, banyak pihak meragukan dan menganggap sebagai hal yang tidak mungkin. Alhamdulillah berkat dukungan dari banyak pihak, kami bisa memenuhi syarat dan melewati tahapannya, sehingga menandatangani perjanjian kerjasama. Kami sangat berharap kami tetap mendapatkan dukungan dari berbagai pihak,” kata Rita.
Selama ini masyarakat di Desa Pal VIII dan Provinsi Bengkulu mengolah kecombrang menjadi sambal, gulai atau lauk makan. KPPL Maju Bersama akan mengolah kecombrang dari TNKS untuk menjadi minuman dan makanan kemasan. Selain menjadi usaha atau lapangan pekerjaan baru, pengolahan menjadi minuman dan makanan kemasan untuk memperbesar potensi keuntungan. “Bukan hanya untuk kesejahteraan anggota, keuntungan juga akan digunakan untuk kegiatan pelestarian TNKS seperti sosialisasi, penghijauan atau lainnya,” ujar Rita.
Inisiatif KPPL Maju Bersama mengolah kecombrang menjadi minuman dan makanan kemasan direspon positif oleh Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kerjasama dengan Balai Besar TNKS, KPPL Maju Bersama menandatangani perjanjian kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu terkait pengembangan produk olahan kecombrang dari TNKS menjadi produk unggulan daerah. “Supaya produk yang dihasilkan bisa dijual sebagai oleh-oleh dan dipasarkan ke luar daerah, harus berkualitas dan tahan lama,” kata Rita.
Sekretaris Jurusan Teknologi Pertanian Fakulas Pertanian Universitas Bengkulu Yessy Rosalina mengatakan, perjanjian kerjasama dengan KPPL Maju Bersama merupakan perjanjian kerjasama pertama antara Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dengan kelompok masyarakat/perempuan terkait pengembangan produk. Kerjasama yang akan dilakukan berupa pembinaan berupa pengawasan proses, perbaikan formula dan kemasan produk. “Harapan kami, KPPL Maju Bersama bisa menghasilkan produk dengan kualitas yang bisa diterima pasar. Sehingga, produk yang dihasilkan memiliki daya saing,” kata Yessy.
Manfaat Kesehatan Bagi Perempuan
Memproduksi minuman dan makanan berbahan baku kecombrang dari TNKS juga untuk memudahkan perempuan memperoleh manfaat kesehatan dari mengonsumsinya, tambah Rita. Dari membaca sejumlah tulisan, Rita mengetahui bahwa kecombrang memiliki beragam manfaat bagi kesehatan antara lain antioksidan, antihipertensi dan antikanker seperti kanker payudara dan serviks. “Dengan memproduksi minuman dan makanan olahan kecombrang, kami berharap bisa membantu perempuan dalam menjaga kesehatan, terutama mencegah kanker payudara dan serviks,” terang Rita.
Cukup banyak literatur yang mengulas tentang manfaat mengonsumsi kecombrang. Misalnya Wijekoon et al. (2011) menuliskan, “Laporan-laporan yang ada menunjukan bahwa bunga kecombrang memperlihatkan aktivitas antioksidan, antikanker dan antimikrobial yang kaya (Habsah et al., 2005; Chan et al., 2007, 2008; Wijekoon et al., 2010; Lachumy et al., 2010).” Lalu, Lim (2014) menuliskan, “Ekstrak pucuk bunga juga menunjukkan aktivitas yang mempromosikan antitumor (Murakami et al. 2000)… Ekstrak etanol pucuk bunga E. elatior menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker serviks (Mackeen et al. 1997)”.
Ghasemzadeh et al (2015) menuliskan, “Salah satu temuan paling signifikan dalam studi ini adalah ekstrak bunga E. Elatior menunjukkan aktivitas yang menjanjikan terhadap sel tumor MCF-7 dan MDA-MB -231… Bunga kecombrang mengandung sejumlah besar fenolik dan flavonoid seperti asam galat, asam kafeat, kuersetin, luteolin, dan myricetin yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara”. Lalu, Farida dan Maruzy (2016) menuliskan, “Kecombrang telah dilaporkan memiliki aktivitas farmakologi diantaranya sebagai antikanker, antiproliferatif, dan sitotoksik (Jackie et al., 2011; Habsah et al., 2005; Hueh et al., 2011)”.
Selanjutnya, Silalahi (2017) menuliskan, “Dari berbagai penelitian telah terbukti bahwa E. elatior memiliki aktivitas sebagai antihipertensi, antioksidan (Habsah et al., 2005; Abdelwahab et al., 2010; Wijekoon et al., 2011), anti tumor, anti cytotoxic (Jafar et al., 2007; Hasbah et al., 2005), antikanker (Habsah et al., Wijekoon et al., 2010; Lachumy et al., 2010), antiaging dan skin whitening”. Tak berbeda dengan Krajarng et al (2017) yang menuliskan, “E. Elatior telah menunjukkan aktivitas antikanker terhadap sel HeLa kanker serviks, MCF-7 kanker payudara dan CEM-SS”.
Terkait kanker payudara dan serviks, Kementerian Kesehatan mengungkapkan, angka kejadian penyakit kanker untuk perempuan yang tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 perempuan yang diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 perempuan. Sebelumnya, Wahidin (2015) mengungkapkan, estimasi insidens kanker payudara di Indonesia sebesar 40 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 17 per 100.000 perempuan (Globocan/IARC 2012). Angka ini meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker payudara 26 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan (Globocan/IARC 2012).
Referensi:
Farida, Sofa dan Maruzy, Anshary. 2016. Kecombrang (Etlingera Elatior): Sebuah Tinjauan Penggunaan Secara Tradisional, Fitokimia Dan Aktivitas Farmakologinya. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Volume 9, No. 1, Agustus 2016. Hal 19 – 28
Ghasemzadeh et al. 2015. Secondary metabolites constituents and antioxidant, anticancer and antibacterial activities of Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm grown in different locations of Malaysia. BMC Complementary and Alternative Medicine (2015) 15:335
Krajarng et al. 2017. Etlingera elatior Extract promotes cell death in B16 melanoma cells via down-regulation of ERK and Akt signaling pathways. BMC Complementary and Alternative Medicine (2017) 17:415
Lim, T.K. 2014. Edible Medicinal and Non Medicinal Plants: Volume 8, Flowers. Springer
Silalahi, Marina. 2017. Senyawa Metabolit Sekunder Pada Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek Ke-2 Isu-Isu Strategis Sains, Lingkungan, dan Inovasi Pembelajarannya, Hal: 41-47
Wahidin, Mugi. 2015. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara di Indonesia dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Edisi Semester I Tahun 2015. Kementerian Kesehatan RI
Tulisan ini diolah dari Kecombrang yang Menggairahkan Kelompok Perempuan Peduli Situs Warisan Dunia dan catatan pribadi.