Perempuan Juga Manfaatkan Bambu di TNKS Untuk Buat Keranjang Sayur

Oleh: Tantri Maya Sari

Bukan hanya perempuan di Desa Babakan Baru dan sekitarnya yang memanfaatkan bambu yang tumbuh di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Perempuan di Desa Karang Jaya dan sekitarnya juga memanfaatkannya. Salah satunya, untuk membuat keranjang yang digunakan untuk mengangkut sayur.

Seorang perajinnya adalah Donsri, istri Kepala Dusun IV Desa Karang Jaya. Setiap hari, Donsri ikut membuat keranjang dari bambu yang digunakan petani dan pedagang pengumpul di desa untuk menjual sayur ke pasar atau luar kota. “Sekitar 10 – 20 keranjang setiap hari,” kata Donsri pada Rabu (10/10/17).

Keranjang sayur berbahan baku bambu betung yang tumbuh di kawasan TNKS. Foto; Tantri Maya Sari

Adalah bambu betung yang dimanfaatkan untuk membuat keranjang sayur. Sedikitnya 20 orang warga di Desa Karang Jaya dan desa tetangga yang mengambil bambu betung di TNKS setiap harinya. “Setiap orang biasanya mengambil dua batang bambu. Karena cepat tumbuh, tidak pernah habis, walau setiap hari diambil,” ujar Donsri.

Bambu betung tumbuh di lahan yang miring dan agak lembab atau di lahan yang dianggap kurang cocok untuk ditanami sayur. Sehingga, keberadaan bambu betung relatif tidak terganggu oleh aktivitas warga yang menggarap kawasan TNKS. “Walau mudah tumbuh, namun tidak tumbuh sembarangan. Hanya tumbuh di tempat-tempat tertentu,” ujar Donsri.

Kendati tersedia pula karung plastik yang bisa digunakan untuk mengangkut sayur, namun petani dan pedagang sayur lebih memilih keranjang dari bambu betung. Selain tahan lebih lama, keranjang dari bambu betung juga bisa mengangkut sayur dalam jumlah lebih banyak. “Selain keranjang untuk mengangkut sayur, bambu betung juga dimanfaatkan untuk membuat topi caping dan pondok di kebun,” kata Donsri.

Hasil menjual keranjang dari bambu sangat membantu keuangan rumah tangganya. Keranjang dijual dengan harga Rp 10.000 perbuah. Donsri juga tidak perlu repot menjualnya karena pembeli datang ke rumahnya. Nyaris tidak pernah tidak habis terjual atau tidak ada pembelinya. “Hasil menjual keranjang dari bambu betung sangat membantu keuangan keluarga kami,” kata Donsri.

Related Posts

Sekolah Adat Tunggu Tubang, Jalan Pulang Generasi Muda Adat Semende

Komunitas Adat Muara Dua, Semende Ulu Nasal di Kabupaten Kaur meresmikan sekolah adat pada Sabtu (18/10/25). Sekolah yang dibangun secara bergotong-royong dengan konstruksi kayu beratap kayu Sirap…

Bupati Kepahiang Ingin Kebun Kopi Tangguh Iklim Menyerbak

“Ini yang saya cari,” ujar Bupati Kepahiang H. Zurdi Nata, S.IP dalam diskusi bersama perwakilan Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Bengkulu di…

Perempuan Petani Kopi dari 20 Desa Surati Bupati Minta Fasilitasi Bangun Kebun Kopi Tangguh Iklim

Sebanyak 40 orang perempuan petani kopi dari 20 desa di Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong menandatangani surat permintaan kepada bupati agar memfasilitasi para perempuan petani kopi…

Perempuan Besemah Padang Guci: Pelestarian Aren Penting untuk Adat dan Tradisi

“Bubugh (bubur). Wajib ada saat jamuan adat perkawinan di adat kami, orang Besemah Padang Guci. Tidak bisa tidak ada,” kata Endang Putriani (36), perempuan Besemah Padang Guci…

Senyum Bahagia Perempuan Petani Kopi Merasakan Perubahan dari Membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim

Senyuman yang mengekpresikan rasa bahagia nyaris tidak pernah lepas dari wajah anggota Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Tebat Tenong Luar, Rejang…

Perempuan Petani Kopi Panen Pupuk Organik dari Lubang Angin di Kebun Kopi Tangguh Iklim

“Yang dipanen baru 30 lubang,” kata Heni, Pengawas Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Mojorejo, Rejang Lebong sembari menghidangkan nasi, sambal cabai…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *