“Kesimpulan dari pertemuan hari ini bahwa perempuan mampu mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu,” ujar Sekretaris Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama Desa Pal VIII, Feni Oktaviana pada Rabu, 6 Oktober 2021. “Perempuan juga mampu melestarikan dan melindungi hutan, … dan perempuan juga mampu menjadi tokoh dalam mengelola hutan,” tambah Feni.
Sejak pagi hingga sore hari Rabu itu, perwakilan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri Desa Tebat Tenong Luar, KPPL Sumber Jaya Desa Karang Jaya, KPPL Sejahtera Desa Sumber Bening dan Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD) mendiskusikan kerusakan hutan, krisis iklim, krisis pangan dan dampaknya terhadap perempuan, serta ketokohan perempuan dalam pengelolaan hutan dan pemanfaatan #hasil hutan bukan kayu untuk ketangguhan iklim dan ketahanan pangan.
Diskusi tersebut mereka lakukan pada hari pertama Pelatihan Kepemimpinan Perempuan Dalam Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk Ketangguhan Iklim dan Ketahanan Pangan yang dibantu oleh fasilitator Swary Utami Dewi, Anggota Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial yang juga Climate Leader di Climate Reality. “Bila hutan mengalami kerusakan, maka yang dirugikan adalah semua mahluk hidup, terutama perempuan,” kata Feni mengingatkan.
Krisis Multi Dimensi
Bendahara KPPL Karya Mandiri, Nurlela mengatakan, perempuan harus mengambil peran dalam menjaga kelestarian hutan untuk membangun ketangguhan iklim dan ketahanan pangan. “Perempuan harus mengetahui penyebab, dampak dan upaya menghadapi perubahan iklim, … perempuan juga harus mampu menjaga ketahanan pangan agar tidak terjadi krisis pangan, krisis ekonomi, krisis pendidikan dan krisis-krisis lainnya,” kata Nurlela.
Selain mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu secara berkelanjutan, Nurlela menambahkan, peran lain yang juga mampu dilakukan oleh perempuan adalah patroli, membuat pembibitan dan membagikan bibit kepada masyarakat untuk memulihkan kerusakan hutan, dan mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan.
Memulihkan Kerusakan Hutan
Anggota KPPL Sumber Jaya, Rohima mengungkapkan, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera telah berencana untuk memulihkan kerusakan hutan dengan menanam beragam pohon kehutanan, termasuk Nangka, Alpukat, Bambu, Petai, Jengkol, Kabau, Durian dan Pala. “Insya Allah, kami dari kelompok Sumber Jaya dan Sejahtera akan melaksanakan apa yang kami rencanakan, sehingga kami dapat memulihkan kerusakan hutan,” kata Rohima.
KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera sedang berproses menjalin kemitraan dengan Balai Besar TNKS untuk memulihkan sekitar 80 Ha kawasan TNKS. Proposal kemitraan konservasi yang mereka ajukan telah ditindaklanjuti oleh Plt. Kepala Balai Besar TNKS, Pratono Puroso dengan mengirimkan surat permohonan persetujuan kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno.
Sementara itu, KPPL Maju Bersama dan KPPL Karya Mandiri telah menjalin kemitraan dengan Balai Besar TNKS untuk mengelola kawasan TNKS dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di kawasan TNKS. Sedangkan KPPSWD merupakan komunitas perempuan muda yang aktif membantu perempuan desa penyangga TNKS untuk mengomunikasikan pengetahuan dan aspirasi terkait upaya pelestarian TNKS, yang merupakan bagian dari Tropical Rainforest Heritage of Sumatra yang masuk daftar Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites).
Koperasi Bersama
Sekretaris KPPSWD, Rika Nofrianti mengatakan, KPPSWD akan terus mengambil peran membantu untuk mengomunikasikan pengetahuan dan aspirasi perempuan desa penyangga TNKS melalui tulisan, foto dan video. Selain itu, KPPSWD akan ikut mendirikan badan usaha (koperasi) bersama KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera. “Kami juga akan ikut mengelola koperasi,” kata Rika.
Berpeluang Menjadi Role Model
Plt. Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Catur Endah Prasetiani P sangat mengapresiasi rencana pendirian koperasi oleh kelima kelompok perempuan tersebut untuk pengembangan usaha hasil hutan bukan kayu. Tidak menutup kemungkinan, menurut Catur, bisa menjadi role model usaha perhutanan sosial.
“Ibu-ibu bisa tetap fokus pada pengelolaan kawasan hutan dan pengolahan hasil hutan bukan kayu, sedangkan teman-teman milenial (KPPSWD) bisa berperan dalam pemasaran,” kata Catur saat memaparkan materi “Pengelolaan Kawasan Hutan dan Usaha #HHBK Secara Berkelanjutan untuk Menghadapi Krisis Iklim dan Pangan” pada hari kedua Pelatihan Kepemimpinan Perempuan Dalam Pengelolaan #Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk Ketangguhan Iklim dan Ketahanan Pangan, Kamis, 7 Oktober 2021.
Agar suatu usaha bisa berkelanjutan, Catur menambahkan, perlu memiliki strategi pemasaran yang tepat. Selain kualitas dan keunikan produk, hal lain yang harus menjadi perhatian adalah merek, kemasan dan strategi pemasaran digital. Oleh karena itu, Catur sengaja mengajak stafnya yang juga Anggota Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Ida Saidah untuk membantunya dalam menguatkan kapasitas peserta pelatihan terkait merek, kemasan dan pemasaran digital.
“Saya berharap ibu-ibu dan teman-teman bersedia untuk mengomunikasikan perkembangan koperasi. Bila ada kendala, mungkin kami bisa membantu untuk menemukan solusinya,” kata Catur. (**)