Ruangan Balai Desa Pal VIII sudah ramai saat jam menunjukkan pukul 13.30 Wib pada Jumat (28/9/18). Ratusan perempuan dan laki-laki berpakaian agamis duduk rapi di lantai beralaskan karpet berwarna hijau. Di luar ruangan, puluhan warga duduk di kursi plastik dan mengantre untuk masuk. Hari itu adalah hari kedua prosesi Sedekah Bumi, sebuah kearifan lokal yang dilakukan setiap bulan Muharam untuk mengomunikasikan rasa bersyukur dan berdoa agar terus dilimpahkan rezeki dan dijauhkan dari musibah kepada leluhur dan Sang Pencipta.

Namun, prosesi Sedekah Bumi kali ini agak berbeda dari biasanya. Prosesinya ditambah dengan acara penyerahan bibit pohon dari Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan Hidup (KPPL) Maju Bersama kepada tokoh adat. “Ini baru pertama kali dilakukan. Kami berharap tidak hanya kali ini saja, tetapi akan dilakukan secara berkelanjutan. Bibit akan ditanam untuk menjaga kondisi bumi dan memberi manfaat untuk masyarakat,” kata Tokoh Adat yang menjadi Ketua Panitia Pelaksana Sedekah Bumi, Sukiman saat menyampaikan laporan.

Saat menyerahkan bibit pohon kepada Tokoh Adat, Suradi, Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati mengatakan, penanaman pohon merupakan salah satu wujud rasa berterimakasih kepada bumi yang memberikan beragam hasil untuk kehidupan dan penghidupan manusia. “Pohon merupakan penghasil oksigen dan penjaga air. Menanam pohon berarti menambah oksigen dan menjaga ketersediaan air. Pohon ini juga menghasilkan buah yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk hajatan dan musibah. Kami berharap bibit ditanam dan dipelihara sebagai bentuk rasa bersyukur kita kepada bumi, untuk menjaga atau merawat bumi”.

Pohon dan Kebun Adat/Desa dan Perdes Perlindungan
Kegiatan menyumbangkan bibit pohon memunculkan gagasan baru dari tokoh adat dan pemerintah desa. Dalam obrolan usai prosesi Sedekah Bumi, Sukiman mengatakan, bibit akan ditanam di pinggir embung. “Selain untuk penahan tanah, juga bisa menjadi pelindung, dan buahnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain di embung, kami akan cari lokasi lain untuk penanaman pohon ke depannya,” kata Sukiman. Pohon yang ditanam akan disebut pohon adat dan desa, sedangkan lokasi pohon yang ditanam dalam jumlah banyak akan disebut kebun adat atau desa.

Terkait upaya melindungi pohon dan kebun adat/desa, Sukiman mengusulkan agar pemerintah desa membuat peraturan desa. Menanggapinya, Kepala Desa Pal VIII Prisnawati menyatakan setuju. Dia menambahkan, peraturan desa yang akan dibuat juga perlu untuk melindungi areal penting lainnya terkait aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi. “Saya akan bahas dengan perangkat desa untuk menindaklanjutinya,” kata Prisnawati. Dia juga berharap bibit pohon yang akan ditanam tidaklah sejenis, melainkan beragam jenis.
Ditemui terpisah, Prisnawati sangat mengapresiasi inisiatif KPPL Maju Bersama menyumbangkan bibit pohon untuk sedekah bumi. “Bentuk kepedulian perempuan terhadap alam dan masyarakat. Kepedulian terhadap alam ini karena kedekatan perempuan dengan alam. Hampir semua kegiatan perempuan berkaitan dengan alam. Bila alam rusak, perempuan akan merasakan akibat paling buruk. Kepedulian terhadap masyarakat, saya nilai, dari jenis pohon yang disumbangkan, pohon yang juga memberikan hasil yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Prisnawati.


Desa Pal VIII adalah salah satu dari 26 desa di Rejang Lebong yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang ditetapkan sebagai ASEAN Heritage Park, dan bagian dari Tropical Rainforest Heritage of Sumatera yang masuk dalam daftar Warisan Dunia.