Oleh: Intan Yones Astika
Kalangan perempuan di Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya, Kabupaten Rejang Lebong berkeinginan untuk memanfaatkan dan mengelola potensi wisata di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang merupakan bagian dari situs warisan dunia. Keinginan tersebut disampaikan Kepala Desa Pal VIII, Prisnawati di Kantor Desa Pal VIII pada siang Minggu (28/5/17).
“Di desa kami ini ada tempat wisata, namun ibu-ibu belum tahu cara supaya bisa memanfaatkan dan mengelolanya untuk menambah penghasilan,” kata Prisnawati dalam diskusi bersama Direktur Eksekutif Non Timber Forest Product – Exchange Programme (NTFP-EP) Asia Eufemia Felisa L Pinto, Direktur Eksekutif NTFP-EP Indonesia Jusupta Tarigan dan perwakilan Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD).
Tempat wisata yang dimaksud adalah kawasan TNKS yang dikenal dengan sebuatan Madapi, yakni Mahoni, Damar dan Pinus. Langkah pertama untuk memanfaatkan dan mengelola potensi wisata di Madapi, para perempuan di Desa Pal VIII akan membentuk Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL). “Ada juga rencana membuat taman bunga di Madapi, sehingga ibu-ibu juga bisa menjual bunga,” ujar Prisnawati.
Pemanfaatan dan pengelolaan potensi wisata tersebut bukan hanya untuk menambah penghasilan perempuan. Tetapi juga diharapkan bisa memberikan pendapatan bagi desa. “Harapannya ibu-ibu bisa berkecimpung, bisa timbul rasa mengabdi untuk desa. Apa yang bisa diperbuat supaya desa maju, bagus dan indah,” katanya.
Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Pasal 3 menyatakan: Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: d. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan e. menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sedangkan Pasal 70 Ayat (2) menyatakan: Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna”. “Kami berharap hutan Madapi bisa dikelola langsung oleh kelompok perempuan untuk memberikan peluang menambah penghasilan,” tuturnya.
Jusupta menyarankan agar setelah kelompok terbentuk, kelompok bersama pemerintah desa mendiskusikan keinginan untuk memanfaatkan dan mengelola potensi wisata kawasan Madapi tersebut bersama Balai Besar TNKS. “Namun harus dibuat kesepakatan dulu di dalam kelompok. Misalnya kalau mau berdagang, jangan dagangan yang sama. Nanti bersaing, sehingga bisa memicu perselisihan dan perpecahan kelompok,” kata Jusupta.
Pemanfaatan dan pengelolaan hendaknya tidak sekadar berdagang. Kelompok perempuan juga bisa membuat tempat berfoto, berkemah, jalur tracking, dan edukasi keanekaragaman hayati dan kuliner. “Banyak orang suka makan pakis misalnya, namun tidak pernah melihat dimana dan bagaimana tumbuhnya. Seperti itu juga dengan jamur, kecombrang atau lainnya. Apalagi kalau bisa langsung dimasak dan menikmati masakan pakis, jamur atau lainnya di lokasi, itu akan sangat menarik,” ujarnya.
Intan Yones Astika adalah Wakil Ketua Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD)