Apa Mimpi Anak-anak Korban Kebakaran Hutan

Anak-anak di pedalaman hutan itu menyimpan cita-cita murni. Apa yang terlintas di kepala mereka belum tersentuh sinetron atau game di dalam telepon seluler yang kini merayap di kepala anak-anak kekinian. Yasmin dan Karim, dua sosok anak kecil di pedalaman hutan Kalimantan menjadi salah satu contoh. Ketika yang lain memilih bercita-cita jadi dokter atau pilot, keduanya justru memilih cita-cita unik. Bagaimana cerita keduanya? Simak artikel berikut.

LivE Knowledge  – Gelak tawa pecah di ruang kelas IV milik Sekolah Dasar Negeri 1 Mekartani Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah, ketika belasan siswa mendengar yang dilontarkan Yasmin dan Karim saat keduanya menyebut cita-cita mereka.

“Saya ingin jadi pemadam kebakaran,” tutur Yasmin dan Karim nyaris bersamaan.

Apa yang dilontarkan Yasmin dan Karim bukan tanpa alasan. Meski sempat ditertawai oleh rekan kelasnya, keduanya tetap kukuh dengan keinginan mereka.

“Desa kami tak punya pemadam kebakaran. Jadi kalau hutan kami terbakar, paling tidak kami ada,” ujar bocah lelaki berkulit gelap ini sembari mencibir rekannya yang lain.

Akhir tahun 2015 lalu, SDN 1 Mekartani sempat libur selama sebulan penuh. Desa mereka tertutup kabut asap usai kebakaran di kawasan hutan melanda selama beberapa waktu.

Saat itu, pengakuan sejumlah siswa. Selain tak bisa bersekolah, mereka juga tak bisa lagi bermain keluar rumah. “Kami juga lihat orangutan menangis, ada juga yang berlarian,” ujar rekan Yasmin yang lain.

Ilustrasi/Petugas pemadam kebakaran hutan yang melanda wilayah Sumatera pada tahun 2015

Cita-cita Yasmin, Karim dan rekannya di pedalaman Mendawai Kalimantan Tengah, memang menyentuh. Maklum, semangat itu lahir dari segala keterbatasan yang mendekap selama puluhan tahun di lingkungan mereka.

Dan tentu, tak luput juga dari sentuhan pendidikan di SDN 1 Mekartani. Sekolah rintisan yang kini didampingi oleh The World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, ini memang mengedepankan konsep pendidikan terintegrasi dengan lingkungan hidup dan prinsip keberlanjutan.

Sebab itu, jangan heran kalau di sekolah ini. Hampir seluruh siswanya piawai berkebun, menanam bunga, kacang dan tanaman lainnya.

Tak cuma itu. Mereka pun juga dibekali kemampuan membuat anyaman tas dari bahan lokal yakni pohon Purun. “Semua dilakukan siswa. Kami juga meminta bantuan masyarakat, untuk mengenalkan siswa kami membuat kompos dan pakan ternak,” kata Marsini, Kepala SDN 1 Mekartani.

Konsep belajar kini tak lagi hanya terkungkung di ruang kelas. Siswa pun dibuat aktif menyenangi apa yang ada di sekitar mereka. Hutan, sungai, ladang dan apa yang ada di tengah masyarakat menjadi guru bagi seluruh siswa.

“Ruang kelas bukan cuma satu-satunya tempat belajar. Kami ingin menanamkan cara hidup berkelanjutan sejak dini,” tutur kepala sekolah peraih penghargaan Adiwiyata Nasional tersebut.

Sebab itu, maklum adanya kenapa seluruh siswa di SDN 1 Mekartani sudah berwawasan hijau. Penghargaan mereka terhadap alam, tak cuma terwujud dari tindakannnya namun juga sudah menembus hingga ke mimpi mereka selepas dari sekolah.

Atas itu lah, kenapa Yasmin dan Karim memiliki mimpi untuk jadi pemadam kebakaran. Meski sederhana, namun mimpi itu menembus batas dari rata-rata harapan dari seluruh siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

“Hutan terbakar, kami, orangutan, dan penduduk desa juga bisa mati. Karena itu hutan harus dilindungi dari api,” ujar Karim sembari membenarkan tali sepatunya yang sejak tadi terlepas.

Siswa di SDN 01 Mendawai Kalimantan Tengah
FOTO: Siswa di SDN 01 Mekartani Kecamatan Mendawai Kalimantan Tengah. Di sekolah ini seluruh murid dilarang menggunakan sepatu di dalam kelasnya/Harry Siswoyo

Secara geografis, Desa Mekartani, merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Mendawai. Letaknya terpelosok sejauh lima jam perjalanan sungai dari ibu kota Kabupaten Katingan, Kasongan.

Mayoritas penduduknya adalah peserta program transmigrasi dari pulau Jawa sejak tahun 1984 dan sebagian besarnya berprofesi sebagai petani.

Namun, meski telah 32 tahun, desa ini tetap belum memiliki akses kendaraan. Seluruhnya praktis hanya bisa dijangkau lewat Kelotok, yakni perahu kecil dengan kapasitas penumpang antara lima sampai delapan orang.

Terlepas dari itu, apa yang dilakukan masyarakat dan sekolah di Mekartani memang mengagumkan. Saling sinergis dan terlibat satu sama lain, membuat pendidikan jadi lebih mudah.

Semua berbagi pengetahuan dan pengalaman tanpa sekat. Setiap orang pun memiliki tanggungjawab penting bagi pendidikan anak-anak mereka.

“Pendidikan dengan tidak mengandalkan ruang kelas ini sejalan dengan konsep pemerintah yang ingin menegaskan bahwa sekolah itu tempat yang menyenangkan,” ujar staf khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Chozim yang ikut menyambangi SDN 1 Mekartani.

Dan kini, Mekartani terus berjuang. Keterbatasan menempa mereka menjadi tangguh dan tak takut hambatan. Begitu pun semangat Yasmin, Karim dan seluruh rekannya. Semuanya terus berpendar dan mengalir layaknya Sungai Katingan yang menjaga mereka.

* Artikel ini pernah ditayangkan di laman VIVA.co.id

* Ingin berbagi di laman LivE Indonesia ID, silakan kirimkan tulisan/foto atau video ke alamat redaksi di liveknowledge@hotmail.com

Related Posts

Mengenal Kopi Semang, Kopi Dengan Harga “Launching” Rp 500 Ribu per Kg

“500 ribu rupiah,” ujar Barista KM Nol Café, Herry Supandi secara lugas menyebutkan harga perkenalan yang pantas untuk setiap kilogram roasted bean kopi semang yang diluncurkan oleh…

Perempuan Petani Kopi Ajukan Ranperdes untuk Hadapi Perubahan Iklim

Inisiatif perempuan petani kopi di Desa Batu Ampar dan Desa Pungguk Meranti menyusun dan mengajukan Ranperdes tersebut bukan tidak beralasan. Mereka telah merasakan secara nyata berbagai dampak dari perubahan iklim, dan mengkhawatirkan dampaknya akan semakin memburuk pada masa mendatang.

Gubernur Bengkulu akan Usulkan Areal Kawasan Hutan Khusus untuk Kelompok Perempuan

Gubernur Bengkulu Dr. H. Rohidin Mersyah akan mengusulkan areal kawasan hutan untuk dikelola secara khusus oleh kelompok perempuan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

29 Kelompok Perempuan Pengelola Hutan dan Usaha HHBK akan Berdialog dengan Gubernur Bengkulu

Sebanyak 29 kelompok perempuan pengelola hutan dan usaha hasil hutan bukan kayu (HHBK) akan menyampaikan aspirasi melalui kegiatan dialog dengan para pemangku kebijakan, yakni Balai Besar Taman…

Ketika 11 Kelompok Perempuan Pengelola Hutan Berlatih Pemetaan Partisipatif Berbasis Teknologi Solutif

“Misi berhasil…,” teriak Feni yang langsung disambut dengan teriakan anggota Tim 1 lainnya, “Yes…, yes…, yes…” Teriakan tersebut merupakan luapan kegembiraan Tim 1 karena telah berhasil menyelesaikan…

Gubernur Bengkulu Harapkan Jumlah Kelompok Perempuan Pengelola Hutan Bisa Bertambah

Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengharapkan jumlah kelompok perempuan pengelola hutan yang berhasil mendapatkan legalitas bisa bertambah. Rohidin menyampaikan harapan tersebut setelah membaca buku Membangun Jalan Perubahan: Kumpulan…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *