Oleh: Eva Juniar Andika

Ginjar (bahasa Jawa/Sunda) atau ginyar (bahasa Rejang) merupakan salah satu perlengkapan yang sangat penting bagi perempuan petani. Berbahan baku dari rotan, ginjar digunakan untuk membawa kayu bakar, hasil panen tanaman di kebun atau barang lainnya. “Ginjar berguna untuk memudahkan perempuan bekerja,” kata Sekretaris PKK Desa Pal VIII, Purwani, Jumat (11/8/17).

Memiliki ginjar seperti menjadi suatu keharusan bagi perempuan petani. Apalagi, bila memiliki kebun kopi. Saat musim panen, ginjar sangat dibutuhkan sebagai tempat buah kopi yang dipetik. “Ginjar juga digunakan untuk menakar banyak kopi yang dipetik, sehingga memudahkan menghitung jumlah kopi yang dipanen. Penakar dibuat dengan meletakan rotan yang besar melingkar di sisi anyaman pembatas ginjar,” tambah Purwani.

Bila dilihat, susunan rotan yang dianyam pada ginjar tidaklah rapat. Hal tersebut sengaja dibuat bukan tanpa alasan. Susunan berjarak untuk memberikan kenyamanan perempuan saat memetik buah kopi dari satu pohon ke pohon lainnya. “Dibuat longgar supaya semut dapat keluar,” kata warga Desa Pal VIII lainnya, Mariana. Biasanya, semut yang berada pada buah kopi sering ikut terbawa saat buah kopi dipetik.

Perubahan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang merupakan tempat rotan tumbuh secara alami menjadi lahan perkebunan telah menimbulkan kekhawatiran. Bila terus berlanjut bisa mengakibatkan rotan menjadi sulit untuk diperoleh atau langka. Sehingga, keberlanjutan pembuatan ginjar akan terganggu. “Kami khawatir rotan menjadi langka atau malah habis,” tambah Mariana.

Kelangkaan rotan juga bisa mengakibatkan kerajinan ginjar punah. Sudah tidak banyak lagi warga, khususnya perempuan bersedia menjadi perajin ginjar. Padahal, pekerjaan membuat ginjar juga bisa memberikan pendapatan. Ditemui terpisah, perajin ginjar di Desa Pal VIII, Wariah tidak menampik hal tersebut. Dia pun membuat ginjar hanya bila ada pesanan, dan pemesan membawa rotan. “Kalau tidak ada yang memesan, tidak membuat ginjar,” kata Wariah.